Potensi Anak-anak Jadi Obyek Seks Komersial Perlu Diwaspadai
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
Kompas
Ilustrasi kampanye anti perdagangan orang dan eksploitasi seksual anak
Hampir sepekan setelah Asian Games 2018 dibuka dan diresmikan, The End Child Prostitution and Trafficking (ECPAT) Indonesia mengingatkan pemerintah dan penyelenggara perhelatan olahraga internasional ini untuk memberi perhatian khusus pada anak-anak. Organisasi jaringan nasional yang bekerjasama dengan 20 organisasi di 11 provinsi di Tanah Air meminta semua pihak agar mewaspadai eksploitasi seksual terhadap anak-anak.
Imbauan tersebut disampaikan Koordinator ECPAT Indonesia Ahmad Sofian, menyusul adanya kejadian yang berdampak pada atlet-atlet Jepang yang ikut Asian Games. Sejumlah media memberitakan ada empat atlet Jepang diduga terkait dengan perempuan pekerja seksual di Blok M.
“Kejadian ini tidak hanya merusak nama baik atlet sendiri dan juga nama baik negaranya, tetapi sudah seharusnya menjadi tamparan sendiri untuk semua pihak. Perlu ada antisipasi kemungkinan dampak-dampak negatif yang dapat terjadi akibat acara olahraga besar dengan skala nasional maupun internasional,” kata Sofian, dalam keterangan pers, Jumat (24/8/2018) di Jakarta.
Sebelumnya, pekan lalu, Kamis (16/8/2018), dua hari sebelum pembukaan Asian Games 2018, ECPAT Indonesia bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah mengingatkan pemerintah dan panitia penyelenggara Asian Games 2018 agar perhelatan olahraga tersebut benar-benar ramah anak.
Sofian meminta jangan sampai pengalaman penyelenggaraan kegiatan olah raga dunia terjadi di Indonesia. Ia mencontohkan bagaimana eksploitasi seksual meningkat 30 – 40 persen pada saat acara pada FIFA World Cup di Jerman (2006) dan Afrika Selatan (2010) berlangsung.
Begitu juga pada FIFA World Cup 2014, sejumlah anak perempuan yang berasal dari Favela da Paz, Brazil ditemukan sedang dibawa oleh pengedar narkoba dengan bus untuk dieksploitasi secara seksual.
“Mirisnya korban ternyata tidak hanya berasal dari Brazil, tetapi juga berasal dari negara-negara lain,’’ kata Sofian ketika itu.
Ketika FIFA World Cup 2014 berlangsung, sejumlah anak perempuan yang berasal dari Favela da Paz, Brazil ditemukan sedang dibawa oleh pengedar narkoba dengan bus untuk dieksploitasi secara seksual yang salah satu di antaranya mengaku bahwa ia sudah beberapa bulan terakhir menjadi korban eksploitasi dari seorang yang bekerja di stadium dan mendapat penghasilan sekitar 360 dollar AS. Para korban tersebut diperlakukan seolah-olah seperti halnya barang yang dapat diperjualbelikan.
Sementara itu, 10 anak berkebangsaan Nigeria berhasil ditemukan dan diamankan petugas sebelum diberangkatkan ke Rusia, anak-anak tersebut diduga akan diperdagangkan pada event FIFA World Cup 2018 di Rusia.
Tak hanya atlet
“Dalam banyak acara olahraga, banyak pengunjung yang tidak hanya memiliki tujuan untuk menikmati permainan olahraga saja, tetapi juga mengambil kesempatan untuk mengeksploitasi seksual. Pemerintah Indonesia sendiri sudah memprediksi bahwa terdapat sekitar 170.000 turis olah raga yang datang berkunjung selama Asian Games berlangsung, 10.000 diantaranya merupakan atlet dan para offisial,” papar Sofian.
Pada kondisi tersebut, menurut ECPAT tak jarang anak dijadikan korban untuk kepuasan seksual dan dikomersialisasikan. Apalagi selama Asian Games berlangsung, sebanyak 17.000 siswa di 34 sekolah di Jakarta dan Palembang diliburkan.
Walaupun pelecehan seksual ini tidak dilakukan pada anak, namun kasus ini perlu mendapatkan perhatian dan catatan khusus pada penyelenggaraan Asian Games 2018 yang akan diadakan dari 18 Agustus hingga 2 September di Jakarta dan Palembang Indonesia.
“Harus disediakan hotline khusus untuk menerima pengaduan tentang kasus-kasus eksploitasi seksual anak yang berlangsung selama Asian Games 2018. Mempromosikan perlindungan anak selama berlangsung Asian Games dengan mempromosikan hak-hak anak serta memastikan setiap anak tidak dilibatkan dalam praktek-praktek eksploitatif,” tambah Rio Hendra, dari Bidang Hukum ECPAT Indonesia.
KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR
Koordinator ECPAT Indonesia Ahmad Sofian saat diwawancarai media, Kamis (16/8/2018)