Salah pesan bus, diminta turun kereta, hingga kehabisan uang di tengah perjalanan menjadi pengalaman tak terlupakan bagi peraih juara umum 13th International Youth Festival of Arts ini.
Berbekal semangat dan jiwa muda, Tim Muhibah Angklung dari Paguyuban Pasundan, Bandung, berangkat ke Eropa pada 28 Juni 2018. Tak tanggung-tanggung, 35 musisi muda ini membawa 16 kotak alat musik seberat 300 kilogram.
Bantuan tiket pesawat pulang-pergi dari sebuah bank di Jawa Barat membuat mereka percaya diri bisa melanglang buana ke Eropa. Namun, begitu mendarat di Amsterdam, kecemasan langsung meliputi. Bus pesanan yang akan mengantarkan ke Berlin tak kunjung datang.
”Ternyata ada masalah besar. Kami salah tulis tanggal pemesanan bus,” ucap Ketua Tim Muhibah Angklung Paguyuban Pasundan Maulana Muhammad Syuhada, Selasa (31/7/2018), sepulang dari Eropa.
Mereka pun mencoba cari bus lain, tetapi tak ada satu pun yang siap karena banyak bus telah dipesan selama musim panas ini.
Akhirnya, mereka memutuskan naik kereta dengan membawa barang seberat 3 kuintal. Konsekuensinya, mereka harus membayar tiket sebesar 4.000 euro, hampir dua kali lipat dari tiket bus yang hanya 2.100 euro, demi mengejar jadwal pentas di Kedutaan Besar RI (KBRI) Berlin pukul 19.00.
Dan, ujian mereka tidak berhenti di sini. Begitu memasuki perbatasan Belanda dan harus berganti kereta Jerman, kereta mereka tak diizinkan jalan karena muatan tim yang terlampau banyak.
”Setelah 1,5 jam, beberapa polisi Jerman rupanya berinisiatif memindahkan barang-barang kami ke gerbong khusus dan kami diangkut dengan gerbong lain,” kata Maulana.
Tim pun tiba di Berlin pukul 19.20. Tanpa sempat mandi dan ganti baju, mereka langsung tampil di KBRI Berlin. Benar-benar pentas perdana yang menguras fisik dan mental.
Mengamen
Dari Berlin, Tim Muhibah Angklung singgah ke Potsdam dan pentas serta membuat flash mob. Penampilan mereka yang unik dengan aneka pakaian daerah khas Indonesia disambut meriah masyarakat setempat.
Di tempat ini, mereka memutuskan untuk mengamen dan berhasil mengumpulkan ratusan euro. Berbekal uang receh, mereka pun melanjutkan perjalanan.
Hari berikutnya, tim bergeser ke Bulgaria naik angkutan umum yang lebih murah. Di Budapest, mereka berkesempatan tampil di depan Basilika Budapest dan kembali mengamen untuk melanjutkan perjalanan ke Istanbul dan Aksehir di Turki, kemudian Sozopol dan Sofia di Bulgaria, Visoko di Bosnia-Herzegovina, hingga Swiss.
Beberapa kota itu sangat mengesankan bagi tim karena mereka bertemu dengan keluarga-keluarga yang rela memberikan tempat penginapan cuma-cuma. Sejumlah diaspora Indonesia di Eropa juga sangat ringan tangan membantu mereka.
Jatuh bangun perjalanan Tim Muhibah Angklung terbayar ketika mereka menyabet penghargaan grand prix atau juara umum di 13th International Youth Festival of Arts di Sozopol, Bulgaria. Mereka terpilih sebagai penampil terbaik dari 2.000-an peserta festival dari 15 negara.
”Kami berangkat bersama angklung dan tarian Indonesia. Semuanya kami persembahkan untuk Indonesia,” ucap Irma Noerhaty, pelatih Tim Muhibah Angklung. (FAJAR RAMADHAN)