JAKARTA, KOMPAS — Pemahaman tentang agama perlu dikembangkan melalui kemajuan ilmu pengetahuan. Sikap inteloransi dan radikalisme muncul akibat adanya fanatisme yang berlebihan serta kurangnya keterbukaan terhadap perkembangan zaman.
Pegiat Forum Islam Progresif Azhar Irfansyah mengatakan, iman dan ilmu pengetahuan sering kali terjadi pertentangan, padahal keduanya sejajar. ”Ilmu dan iman membutuhkan proses berpikir. Keduanya merupakan inti dari lubuk hati,” kata Azhar dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Serikat Sindikasi di Jakarta, Sabtu (2/6/2018).
Azhar mengatakan, seorang yang beriman memiliki akal budi yang ingat dalam segala kondisi. Oleh karena itu, perlu memikirkan segala hal yang ada di langit dan bumi. Ia menjelaskan, iman tidak dapat dipisahkan dari hal duniawi.
Menurut Azhar, Tuhan tidak menciptakan bumi untuk disia-siakan. Dalam beriman harus terbuka terhadap berbagai bentuk refleksi dalam kehidupan, termasuk pada ilmu pengetahuan.
Sebagian besar masyarakat menganggap orang yang memiliki ilmu pengetahuan berperilaku mudarat. Padahal, perilaku tersebut menjadi pilihan dari orang yang melakukannya, bukan kesalahan dari ilmu pengetahuan yang dimiliki.
Ada juga yang beranggapan, ilmu hanya ada dalam kitab suci. Karena pandangan tersebut, seseorang yang mempelajari kitab suci menganggap dirinya paling benar sehingga ingin menguasai orang lain. Menurut Azhar, hal tersebut menjadi salah satu munculnya sikap intoleransi dan radikalisme.
Azhar mengatakan, dalam praktiknya sejumlah orang menggunakan ayat dalam kitab suci hanya untuk mencari pembenaran terhadap dirinya sendiri. ”Ia mengutip satu ayat dan tidak memedulikan ayat yang lain dan tidak mencari tahu latar belakang ayat tersebut muncul,” kata Azhar.
Ia mencontohkan, ada ayat dalam kitab suci yang menyatakan laki-laki menguasai perempuan. Karena hanya menggunakan pedoman tersebut, sering muncul perilaku kesewenang-wenangan laki-laki terhadap perempuan.
Hal tersebut memunculkan pemikiran perbedaan kelas antara suami dan istri. Padahal, egaliter lebih penting daripada perbudakan. Oleh karena itu, untuk menghadapi situasi yang lebih kompleks dibutuhkan sumber lain yang dapat memberikan pencerahan.
Kesewenang-wenangan juga sering muncul dalam kelas pekerja. Pada era industrialisasi yang semakin maju, sering terjadi penindasan terhadap buruh di beberapa negara berkembang. Pada situasi ini, seharusnya agama bertindak.
”Agama harus menjadi pembebas terhadap ketertindasan dan ramah terhadap yang lemah, serta mengutamakan sikap tolong-menolong sebagai bentuk ketakwaan,” kata Azhar.
Pembebas
Pendeta Gereja Komunitas Anugerah Suarbudaya Rahadian mengatakan, agama dapat menjadi sumber kebijaksanaan untuk dipahami oleh manusia. Melalui disiplin intelektual, agama menjadi cerminan dalam kehidupan.
”Agama menjadi sumber pembebas yang dapat membantu umat manusia mengubah dunia,” kata Suarbudaya. Ia mengatakan, Injil menjadi karya Allah di dunia. Tuhan dan manusia bekerja sama menyelesaikan segala permasalahan di dunia.
Segala dosa yang dilakukan oleh manusia telah membuat tujuan dari penciptaan alam semesta dan isinya meleset. Oleh karena itu, manusia membutuhkan iman agar dapat membiarkan Tuhan bekerja merawat kehidupan.