Kesadaran untuk Regenerasi Seniman NTT Mulai Muncul
Oleh
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kesadaran untuk meregenerasi seniman kain tenun ikat dengan pewarna alam di Nusa Tenggara Timur mulai muncul di tengah semakin meningkatnya permintaan pasar akan kain tenun ikat produksi pabrik. Regenerasi dilakukan dengan cara mengajarkan keahlian itu kepada anak dan sanak keluarga para seniman.
Salah seorang seniman dari Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Tresia Mbati Mbana, menyatakan, para seniman tenun ikat yang terdiri dari ahli mewarnai, ahli menenun, ahli benang, ahli menggambar, ataupun ahli mengikat mulai mengajarkan teknik mereka kepada anak ataupun sanak keluarga yang tertarik.
”Saya mengajarkan anak saya terlebih dahulu karena hal ini tergantung dari minat,” ujar Tresia pada pembukaan Pameran Seni Tenun Ikat dari Kelompok Seniman Paluanda Lama Hamu dengan tema ”Karya Adiluhung Pendorong Ekonomi Lestari: Menguak Spiritualitas dan Simbolisme di Balik Seni Tenun Ikat Pewarna Alam Sumba Timur” di Museum Bank Mandiri, Kota Tua, Jakarta, Minggu (1/10).
Hal ini dilakukan agar keahlian dan warisan budaya para seniman tidak hilang. Pemimpin Yayasan Sekar Sawung Chandra Kirana Prijosusilo mengatakan, yayasannya bekerja sama dengan Kelompok Seniman Paluanda Lama Hamu dari Sumba Timur sejak dua tahun lalu.
”Sekarang sudah ada anggota lebih dari 30 orang, baik dari yang tua maupun muda. Putra dan putri mereka mulai diajar sehingga tenun ikat dengan pewarna alami mulai terangkat di pasar Indonesia,” kata Chandra.
Menurut dia, untuk melestarikan kain tenun ikat Indonesia dan seniman yang terlibat, pemerintah pusat dan daerah perlu lebih memahami situasi dan proses pembuatan kain tenun itu secara mendalam. Dibutuhkan 42 langkah dalam membuat selembar kain tenun dan selembar kain itu baru bisa selesai dalam waktu satu tahun. Selain itu, setiap seniman memiliki keterampilan yang berbeda dalam proses pembuatan kain tenun ikat itu.
”Pemerintah daerah juga perlu lebih memperhatikan para seniman karena selama ini yang menjadi fokus mereka adalah pembangunan ekonomi melalui ternak saja,” ujar Chandra.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid menyatakan, tantangan regenerasi seniman terletak pada kurangnya insentif kepada seniman sehingga anak-anak muda belum tertarik terjun di dunia tenun ikat dengan pewarna alami. (DD13)