Sepenggal Kampung Halaman dalam Ramadhan di Glasgow
Bagi sejumlah mahasiswa Indonesia, atmosfer Ramadhan di Glasgow, Skotlandia, menghubungkan mereka dengan kenangan sewaktu berpuasa di tempat asal. Mereka pun seakan pulang ke Tanah Air.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·4 menit baca
M PASCHALIA JUDITH J
Suasana buka bersama di gedung MAB Centre Scotland, Glasgow, Skotlandia, Jumat (22/4/2022)
Jika ditarik garis lurus, jarak Glasgow di Skotlandia dengan Temanggung, Jawa Tengah, seperti lima kali berkendara pulang-pergi dari Merak Banten ke Banyuwangi Jawa Timur. Selisih waktu di Glasgow pun enam jam lebih lambat dari daerah berjuluk Kota Tembakau itu. Namun, riuh anak-anak dan obrolan hangat jemaah muslim di Glasgow membuat Nanda Tri Santoso merasa sedang pulang kampung ke Temanggung.
Jam menunjukkan pukul 20.40 di Glasgow, Jumat (22/4/2022). Kurang empat menit lagi sebelum waktunya berbuka puasa bagi pemeluk Islam di sana. Waktu berpuasa memang jauh lebih panjang dibandingkan di Indonesia. Di akhir Ramadhan, durasi berpuasa umat muslim Glasgow diperkirakan mencapai 18 jam.
Seorang wanita berkeliling membagikan kurma. Kakinya melangkah di tengah lincah anak-anak yang berlarian.
Ruang khusus perempuan di gedung Muslim Association of Britain (MAB) Centre Scotland, Glasgow, itu seakan jadi arena bermain para bocah. Ada yang duduk melingkar, memegang mainan, hingga merangkak dan bergulingan.
Suasana buka bersama di gedung MAB Centre Scotland, Glasgow, Skotlandia, Jumat (22/4/2022)
Setelah berbuka puasa dengan kurma dan air putih, mereka Shalat Maghrib berjemaah. Sejumlah anak terlihat berupaya menyelipkan tubuh di antara barisan para perempuan dewasa. Anak-anak ikut berdiri, membungkukkan badan, dan bersujud, meniru gerak shalat.
Pemandangan itu membuat Nanda, mahasiswa strata-III (S3) University of Glasgow, seolah mencecap sepenggal kampung halamannya di gedung itu.
“Dari kecil, saya merasakan puasa yang identik dengan anak-anak kecil berkumpul untuk mengaji dan berbuka bersama dilanjutkan tadarus dan tarawih bersama. Kami juga berkumpul lagi untuk membangunkan orang-orang agar bisa sahur,” tuturnya.
Pelajar Indonesia yang tinggal dalam radius tiga kilometer dari University of Glasgow cukup akrab dengan MAB Centre Scotland karena dekat kampus tersebut. Gedung ini menjadi tempat berhimpun dan berkegiatan jemaah muslim yang tinggal di Glasgow. Mereka berasal dari sejumlah kawasan seperti Afrika timur, Afrika barat, dan Timur Tengah.
“Saat berbuka puasa di MAB Centre Scotland, saya sempat ngobrol dengan ibu-ibu yang membawa anak. Anaknya bilang belum ikut puasa. Selain itu, saya juga berkenalan dengan pelajar dari Yaman. Rasanya seru bertemu komunitas lokal di sini,” katanya.
Ibu-ibu yang membawa anak kecil saling menyapa, berjabat tangan, dan berbincang-bincang. Ada yang berbicara dalam Bahasa Inggris, ada pula terdengar bahasa asing lain.
Jadi sukarelawan
Selain di MAB Centre Scotland, sejumlah mahasiswa asal Indonesia menjalani aktivitas Ramadhan di Glasgow Central Mosque. Jaraknya hanya 1,1 kilometer dari pusat kota. Berdasarkan laman resminya, Glasgow Central Mosque merupakan masjid pertama yang dibangun di kota itu.
Pada Minggu (17/4) sekitar pukul 13.00 waktu setempat, meja berjajar di halaman Glasgow Central Mosque. Di atasnya, ada deretan plastik berwarna biru dan putih. Sejumlah orang tampak berbaris mengambil plastik-plastik itu. Ini rangkaian program bank pangan di sana.
Dua mahasiswa S2 University of Glasgow asal Indonesia, Fajar Hidayat dan Ahmad Kurniawan, jadi sukarelawan program itu. Fajar mengatakan, plastik berisi roti, daging ayam halal, sayuran, dan makanan kaleng. Penerima paket juga bisa mengambil susu bayi dan popok.
Suasana Glasgow Central Mosque, Glasgow, Skotlandia, Minggu (17/4/2022) siang.
Kami menyadari, banyak pengungsi yang datang dari negara muslim ke Glasgow. Sulit bagi mereka untuk mendapatkan makanan halal. (Nafees Ahmad)
Semua berasal dari donasi masjid sekaligus ritel pangan yang ada di Glasgow. Sukarelawan bertugas memasukkan bahan pangan itu ke dalam plastik dan memberikannya ke yang membutuhkan. Idealnya, satu keluarga mendapatkan satu paket.
Fajar baru pertama kali mengikuti kegiatan itu. Mendatang, dia ingin lebih rutin bergabung. “Saya tahu kegiatan ini dari informasi yang dibagikan komunitas Glasgow University Muslim Students Association,” ujarnya.
Adapun Ahmad mempelajari sistem penyaluran donasi di kota ini. “Di Glasgow, donasi dari masyarakat disalurkan lewat masjid. Artinya, masjid berperan sebagai titik distribusi,” katanya.
Sejak pandemi Covid-19 pada 2020, baru saat Lebaran ini masjid bisa kembali menyambut ratusan umat yang hendak buka puasa, tarawih, dan iktikaf.
Menurut laman resmi pemerintah Skotlandia, per 4 April 2022 masyarakat tidak lagi diwajibkan bermasker di tempat ibadah ataupun saat menghadiri pernikahan dan pemakaman. Pelonggaran merujuk pada tren kasus Covid-19 varian omicron yang menurun pada Maret 2022.
Salah satu komite eksekutif Glasgow Central Mosque, Nafees Ahmad, memperkirakan setiap hari ada 150-160 orang datang ke masjid ini untuk berbuka puasa bersama. Begitu shalat tarawih, jemaah yang hadir dapat mencapai 500-600 orang per hari.
“Pada tahun sebelumnya, jumlah jemaah di masjid dibatasi hanya 50 orang dengan pembatasan jarak sejauh dua meter. Oleh sebab itu, Ramadhan tahun ini membawa komunitas kembali ke masjid,” katanya.
Suasana Glasgow Central Mosque, Glasgow, Skotlandia, Minggu (17/4/2022) siang. Orang-orang yang baru mengambil paket dari program bank pangan tampak bercakap-cakap di halaman masjid.
Terkait program bank pangan, Nafees memperkirakan ada 200 paket yang dibagikan per sekali penyaluran. “Program ini tidak hanya berjalan saat Ramadhan, tetapi setiap pekan. Kami menyadari, banyak pengungsi yang datang dari negara muslim ke Glasgow. Sulit bagi mereka untuk mendapatkan makanan halal. Sebagai muslim, kita mesti menolong saudara kita,” tuturnya.
Suasana dan semangat berbagi itu menjadikan Ramadhan di tanah rantau menghadirkan sepenggal kampung halaman bagi para pelajar Indonesia.