Perjanjian Jual-Beli Gas Perkuat Industri Pupuk
Perjanjian dapat meningkatkan pendapatan dari penjualan gas sehingga berpotensi mendongkrak pengembangan perekonomian dengan adanya penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan usaha lokal yang mendukung ekosistem industri.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F05%2F20171129DRI44.jpg)
Kompleks pabrik pupuk PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (29/11/2017). (Ilustrasi)
Energi
Perjanjian Jual-Beli Gas Perkuat Industri Pupuk
JAKARTA, KOMPAS – Mayoritas dari enam penandatanganan nota kesepahaman perjanjian jual-beli gas berorientasi pada industri pupuk. Pelaku industri menilai perjanjian tersebut dapat menjamin kebutuhan gas industri pupuk sehingga berdaya saing dan berdampak ganda pada perekonomian, khususnya di wilayah Papua.
Perwakilan Genting Oil Kasuri Pte Ltd menandatangani nota kesepahaman dengan Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Bakir Pasaman terkait pengembangan proyek amoniak-urea dan metanol di Bintuni pada Oil&Gas Investment Day yang disiarkan secara dalam jaringan, Kamis (17/6/2021). Proyek ini diperkirakan akan onstream pada 2025 dengan jumlah pasokan harian untuk amoniak-urea sebesar 112,6 MMSCFD dan metanol sebanyak 109,3 MMSCFD.
Menurut Bakir, jaminan pasokan gas dengan harga kompetitif dapat menjadi magnet investasi yang berdampak ganda, khususnya dalam pembangunan industri di wilayah timur Indonesia. “Saat ini, kami sedang membangun pabrik pupuk amoniak-urea dan metanol di Papua Barat yang kapasitasnya masing-masing 1,15 juta ton per tahun dan 1 juta ton per tahun. Pabrik ini akan membutuhkan gas sebesar 221 MMSCFD,” tuturnya setelah penandatanganan nota kesepahaman.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Sutjipto menyebutkan, nota kesepahaman dengan Pupuk Indonesia akan memanfaatkan utilisasi gas alam sekitar 1,66 TCF. Gas alam tersebut berasal dari lapangan Asap, Kido, dan Mera.
Dia memperkirakan, perjanjian tersebut dapat meningkatkan pendapatan dari penjualan gas sebesar 5,7 miliar dollar AS. Dengan demikian, dia berharap, proyek itu akan mendongkrak pengembangan perekonomian di Papua Barat dengan adanya penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan usaha lokal yang mendukung ekosistem industri.

Komplek pabrik pupuk PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (12/7). Pusri didirikan pada tanggal 24 Desember 1959 yang merupakan produsen pupuk urea pertama di Indonesia. Saat ini, produksi urea pabrik itu di kisaran 2 juta ton per tahun. Kini, mereka sedang membangun pabrik baru, yakni Pusri 2B yang ditargetkan akan beroperasi optimal pada akhir 2016. Dengan adanya pabrik baru, produksi urea bisa meningkat mencapai 2,61 juta ton per tahun.Kompas/Adrian Fajriansyah (DRI)13-07-2016
Selain itu, Pupuk Indonesia juga tengah membangun pabrik pupuk yang dikelola anak usahanya, PT Pupuk Sriwidjaja Palembang. Proyek pembangunan ini bernama “Pusri 3B Project”. Kapasitas produksi urea dalam pabrik itu diperkirakan mencapai 900.000 ton per tahun.
Untuk proyek tersebut, ada dua nota kesepahaman yang ditandatangani secara bersamaan. Pertama, perjanjian dengan PetroChina International Jabung Ltd (PIJL) untuk jumlah pasokan harian 60 BBTUD yang diperkirakan on-stream pada 2036. Penandatanganan kedua dengan Repsol Sakakemang B.V yang diperkirakan on-stream pada 2024 untuk pasokan harian sebanyak 38 BBTUD.
Baca juga: Produksi Gas Bumi Harus Dimanfaatkan dengan Optimal
Blok Rokan
Tak hanya untuk pupuk, ada juga nota kesepahaman jual-beli gas untuk Blok Rokan. “Hal ini (penandatanganan nota kesepahaman) menunjukkan komitmen Subholding Upstream Pertamina untuk dapat memenuhi target produksi yang telah ditetapkan. Kami akan mengupayakan percepatan untuk segera merealisasikan rencana kerja yang sudah disusun,” kata Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi sekaligus CEO Subholding Upstream PT Pertamina (Persero) Budiman Parhusip melalui siaran pers.
Ada dua nota kesepahaman untuk Pertamina Hulu Rokan (PHR), yang pertama dengan Repsol Sakakemang B.V. Jumlah pasokan harian yang disepakati sebanyak 15 BBTUD. Dia menyebutkan, perjanjian jual-beli gas tersebut bertujuan memenuhi kebutuhan gas operasional pasca serah terima pengelolaan dari PT Chevron Pascific Indonesia pada tanggal 9 Agustus 2021.
Nota kesepahaman dengan Repsol Sakakemang B.V berlaku dua tahun. Perjanjian kerja sama tersebut menjadi dasar untuk kajian mengenai kemungkinan pemanfaatan potensi pasokan gas bumi dari Wilayah Kerja Blok Sakakemang untuk pemenuhan kebutuhan gas di PHR.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F07%2FIMG_20180730_103323.jpg)
Suasana seminar bertajuk "Menuntut Pengelolaan Blok Rokan oleh BUMN", Senin (30/7/2018), di Jakarta. Pemerintah didesak agar menyerahkan hak kelola Blok Rokan kepada Pertamina. Kontrak Blok Rokan, yang saat ini dikelola PT Chevron Pasific Indonesia, bakal habis pada 2021.
Penandatanganan nota kesepahaman kedua adalah dengan PIJL atas pasokan gas untuk operasi Steam Flood di Blok Rokan. “Nota kesepahaman ini menjadi dasar untuk membahas jual beli gas dari Blok Jabung dengan volume sampai dengan 50 BBTUD yang akan digunakan oleh PHR dimulai sejak tanggal 27 Februari 2023 serta berlaku selama setahun setelah penjual menandatangani kontrak kerja sama Blok Jabung yang baru dengan pemerintah,” tutur Presiden Direktur Pertamina Hulu Energi Jabung Taufik Adityawarman.
Sementara itu, ada juga penandatanganan nota kesepahaman antara Kangean Energy Indonesia dan PT Petrokimia Gresik dalam kesempatan yang sama. Perjanjian ini diperkirakan akan onstream setelah tahun 2027. (JUD)