Relevansi SWF bagi Kemakmuran Bangsa
SWF adalah cara bagaimana negara mengelola ”dana lebih, ’windfall profit’ atau aset menganggur” secara mandiri terpisah dari sistem keuangan negara.
Buku ini terbilang ”berat”. Bukan hanya karena ketebalan halamannya, melainkan juga karena bobot kualitas gagasan yang disampaikan penulisnya. Penulis terkesan sangat serius dalam menyusun karyanya. Tema yang diangkat sangat penting bagi Indonesia. Ada beberapa alasan mengapa buku ini penting.
Pertama, sovereign wealth funds (SWF) belum banyak dipahami di Indonesia kecuali yang berkarier di bidang keuangan. Gampangnya, ibarat kepala keluarga yang mengelola sisa dana (idle) dan boleh dipakai kapan saja (disposable) memutuskan untuk mengelola dan membuat perencanaan keuangan keluarga dengan mencadangkannya untuk masa depan anak.
SWF adalah cara bagaimana negara mengelola ”dana lebih, windfall profit atau aset menganggur” secara mandiri terpisah dari sistem keuangan negara. Penerimaan berlebih bisa berupa hasil dari kenaikan harga komoditas sawit atau batubara ataupun dana yang dicadangkan pemerintah untuk situasi mendadak.
Dana ini diputarkan ke dalam aset fisik dan atau aset keuangan, tetapi umumnya pada instrumen keuangan agar sewaktu-waktu bisa dicairkan untuk menalangi kebutuhan mendesak (rainy day funds). Selain itu, dana ini juga sebagai tabungan untuk kebutuhan jangka panjang atau untuk menutupi celah anggaran yang meningkat saat resesi dan stabilisasi penyelamatan ekonomi.
SWF adalah cara bagaimana negara mengelola ’dana lebih, windfall profit atau aset menganggur’ secara mandiri terpisah dari sistem keuangan negara.
Sovereign dalam hal ini ”penyeimbang” kekuatan ekonomi global karena terlepas dari sistem keuangan global yang mengacu pada rating, kebijakan bank sentral (The Fed), dan suku bunga (hlm 207). SWF akan menarik jika pemerintah bisa mempromosikan potensi berinvestasi pada negara, seperti jalan tol atau di ekuitas. Pemilik dana sering tertarik akan prospek dari negara lain sehingga sering investasi lintas negara pada aset milik negara lain dalam instrumen obligasi atau infrastruktur.
Karena manajer investasinya (fund manager) adalah negara, relatif berisiko rendah (kecuali perubahan nilai valas) dan prospek yang ditawarkan adalah pertumbuhan ekonomi seperti sektor yang lagi top: transisi energi dan infrastruktur lestari (green infrastructure).
Kedua, SWF tidak pernah lepas dari politik, muncul karena rumitnya keuangan global serta kaitan antara negara dan pasar (hlm 9). Kebijakan negara untuk kepentingan publik dan berada ”di tengah” antara pasar dan negara, di mana negara tidak boleh berbisnis.
Penulis membedah kaitan antara pengelolaan sumber daya alam dan pengelolaan dana untuk kemakmuran bangsa, dan ini menjembatani pemahaman birokrasi/pemerintah yang kurang memahami pasar dan orang pasar yang kurang memahami keberlanjutan (hlm 393).
Buku ini mengingatkan kita akan investasi pemerintah yang dulu disebut Pusat Investasi Pemerintah (PIP) di bawah Kementerian Keuangan dan sekarang berubah menjadi Indonesian Investment Authority (INA). Saat ini SWF di Indonesia baru berumur tiga tahun dan dana yang dikelola masih sedikit, jauh dibandingkan SWF China, Uni Emirat Arab, atau dengan tetangga, seperti Khazanah dan Temasek.
Heryunanto
INA perlu investasi di sektor keberlanjutan, penurunan emisi, serta penangkapan dan penyimpanan karbon, selain di infrastruktur dan industri digital yang meninggalkan jejak karbon, tidak semata di IPO, jalan tol, dan lain-lain. Kita mengetahui peluncuran bursa karbon tidak terlalu sukses karena lembaga pemerintah tidak memahami perilaku pasar dengan baik.
Ketiga, buku ini sangat relevan bagi Indonesia karena akhir-akhir ini banyak lembaga dana pensiun yang bermasalah, sementara generasi baby boomers memasuki masa pensiun sehingga akan ada tekanan pengeluaran bagi penduduk yang berusia lanjut.
Kekayaan bukan untuk disimpan seperti di private banking, apalagi bocor, tetapi harus diberdayakan dengan pengembalian di atas bunga deposito sehingga kekayaan menjadi bermanfaat, bertambah, likuid, dan memiliki sasaran akhir kemakmuran bangsa. Tanpa SWF, berarti kita terjebak dalam silo birokrasi dalam sistem treasury serta tidak berinovasi dan berinteraksi antara pemilik teknologi dan pemilik dana yang ingin aset tidur dihidupkan dan memberi manfaat ekstra.
Keempat, walaupun jurusan keuangan pada tingkat S-1 belum membahas topik ini, program S-2 harus sudah mengerucut karena itu disiplin ilmu praktis diterapkan oleh smart country by smart fund manager creating smart money. Oleh karena itu, buku ini dianjurkan menjadi bacaan wajib bagi program S-2 bisnis dan menjadi studi kasus serta implementasinya menjadi lebih dipahami bagaimana fund manager negara mengelola kekayaan sektor publik, tetapi berperilaku seperti entitas komersial untuk tujuan penciptaan kemakmuran (wealth creation).
Kita mengetahui peluncuran bursa karbon tidak terlalu sukses karena lembaga pemerintah tidak memahami perilaku pasar dengan baik.
Buku ini berbeda dengan buku teks kampus, penulis langsung menggunakan punchy chapter. Pada bab pembuka penulis bicara tentang membuat kesejahteraan, yang menegaskan mengapa buku ini penting sambil menegaskan profesi di sektor keuangan itu harus bisa menumbuhkan kekayaan dan kemakmuran, bukan spekulasi dan short-term gain.
Tidak menjadi kutukan
Pada bab terakhir, penulis mengaitkan penggunaan dana untuk investasi di SDA agar tidak menjadi kutukan. Sebab, manajemen SDA di Indonesia belum menyejahterakan bangsa, hanya dinikmati segelintir orang, sementara sumber daya yang berkurang, tidak bisa diperbarui. SWF harus memastikan generasi yang belum lahir harus juga ikut menikmati, bukan malah dibebani masalah lingkungan.
Kelima, buku tentang keuangan yang ditulis oleh orang Indonesia sangat jarang, bahkan bisa dibilang langka. Menariknya, penulis bukan berprofesi sebagai penulis buku, melainkan seorang praktisi keuangan yang berkecimpung di dunia perbankan dan mengelola BUMN, tentu sangat memahami akuntabilitas di swasta dan publik serta sasaran kedua sektor tersebut: antara kemakmuran dan kekayaan.
Penulis juga berpengalaman dalam kancah global, baik dalam perbankan syariah, regional banking, pelatihan, maupun mewakili Indonesia dalam forum seperti APEC dan PBEC.
Dari kata pengantar yang panjang menjelaskan siapa penulis dan interaksi sosialnya dari otoritas keuangan, lembaga keuangan, pemain pasar dan instrumen, akademisi, pembuat kebijakan, intelektual, serta diplomat dan pejabat negara.
Keenam, tidak seperti buku teks biasa, buku ini menarik, seperti coffee table book, dengan kombinasi narasi dan ilustrasi bergambar sehingga tidak bosan membolak-balik halaman. Jika ingin langsung mengerucut ke satu topik, tinggal membuka halaman indeks yang sangat membantu.
Heryunanto
Buku ini ditulis dengan penuh minat, serius, bahkan membuat standar baru publikasi buku di Indonesia. Buku ini bermanfaat karena membuka wawasan dan wacana pengembangan ekonomi, sebagai alternatif pilihan, bahkan inovasi kebijakan, dan bagian dari manajemen risiko. Pembuat keputusan terbantu dalam membuat pertimbangan dan strategi investasi.
Terakhir, perjalanan panjang sistem keuangan yang sangat didikte dan didominasi sistem Bretton Woods dan sentra keuangan dunia didesentralisasi oleh SWF (hlm 208), di mana keberhasilan negara tidak bergantung pada sistem keuangan dan permainan peringkat oleh bandar.
Kalau Indonesia kaya SDA dijadikan sebagai kolateral tanpa eksplorasi, sudah seharusnya kita bertindak dan berperilaku seperti orang kaya, tidak mengemis dan kekeringan opsi. SWF membuka kesempatan berinovasi, jika mau. Bahkan, seperti SWF di luar negeri, SWF Indonesia juga bisa berinvestasi di proyek strategis di luar negeri, seperti yang dilakukan Temasek di Indonesia. Kita juga tahu bahwa SWF China mengambil alih infrastruktur di negara lain karena gagal mengembalikan pinjaman pemerintahnya. Akankah ini menjadi PR kita jika tidak mampu membayar utang ke China?
Hanafi Sofyan Guciano, Veteran konsultan keuangan, seorang venture capitalist, dan fintech evangelist
DATA BUKU
Judul: Fenomena Sovereign Wealth Funds(SWF)
Penulis: U Saefudin Noer
Penerbit: Penerbit Buku Kompas
Tahun terbit: Cetakan I, 2023
Tebal buku: xxi + 459 halaman
ISBN: 978-623-160-069-1