Pembuatan gula jawa pernah ditekuni banyak masyarakat di kawasan Borobudur, Magelang. Namun, jumlah produsen gula itu kemudian menyusut. Kini, muncul upaya agar produksi gula jawa di Borobudur tetap bisa bertahan.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·5 menit baca
Pembuatan gula jawa pernah ditekuni banyak masyarakat di kawasan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Namun, jumlah produsen gula yang terbuat dari nira kelapa itu kemudian menyusut. Melalui sinergi dengan aktivitas wisata, muncul upaya untuk menjaga agar produksi gula jawa di Borobudur tetap bisa bertahan.
Alunan gending Jawa menyambut kedatangan rombongan wisatawan di Gubuk Kopi Borobudur, Desa Karangrejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Rabu (19/10/2022) pagi. Udara pagi yang sejuk langsung terasa begitu mereka menginjakkan kaki di tempat itu. Saat para wisatawan itu mulai melangkah masuk, tercium aroma wangi dari nira kelapa yang direbus dengan tungku tanah liat.
“Selamat datang di Gubuk Kopi Borobudur, di sini kami ingin mengajak kakak-kakak untuk melihat cara pembuatan gula merah atau gula jawa dari nira kelapa,” kata pengelola Gubuk Kopi Borobudur, Agus Prayitno (37), kepada para tamunya.
Sejumlah wisatawan yang hadir pun tampak antusias. Sambil mendengarkan penjelasan Agus, mereka terus-menerus memotret dan mengambil video dengan gawai masing-masing. Agus lalu menunjukkan nira kelapa yang ada di dalam sebuah wajan besar.
“Nira ini dideres atau diambil dari pohon kelapa setiap hari pukul 07.00 dan 16.00,” katanya.
Untuk membuat gula jawa, nira kelapa itu perlu diaduk selama 2-3 jam hingga berbentuk seperti karamel. Agus lalu mempersilakan tamunya untuk mencoba mengaduk nira kelapa tersebut. Dengan bersemangat, sejumlah wisatawan lalu mencoba mengaduk nira dengan siwur atau alat pengaduk yang terbuat dari kayu.
“Saya baru tahu cara membuat gula jawa itu seperti ini. Ini pengalaman pertama,” kata salah seorang wisatawan, Lisa (32).
Aktivitas membuat gula jawa itu menjadi salah satu daya tarik utama di Gubuk Kopi Borobudur. Para wisatawan pun menyukai kegiatan tersebut. Pagi itu, setelah Lisa dan rombongannya meninggalkan Gubuk Kopi Borobudur, datang rombongan dari Bandung, Jawa Barat, sebanyak 70 orang dan dari Karanganyar, Jawa Tengah, sebanyak 100 orang.
Agus menjelaskan, Gubuk Kopi Borobudur berdiri pada tahun 2017. Mulanya, tempat itu hanya menyajikan teh dan kopi robusta tubruk khas Magelang dengan pemanis gula jawa. Gula jawa itu disajikan dalam bentuk irisan kecil yang terpisah dengan teh dan kopi. Saat pengunjung meminuh teh atau kopi, gula jawa itu bisa dikletus atau digigit untuk pemanis. “Di desa ini, sejak zaman simbah-simbah saya, sudah ada tradisi minum kopi kletus gula jawa,” tutur Agus.
Seiring berjalannya waktu, banyak tamu Gubuk Kopi Borobudur yang bertanya mengenai cara pembuatan gula jawa berbahan nira kelapa itu. Pertanyaan-pertanyaan itulah yang mendorong Agus membuat aktivitas untuk mengenalkan proses pembuatan gula jawa kepada para wisatawan. Aktivitas itu juga diharapkan bisa melestarikan tradisi membuat gula jawa yang dulu ditekuni banyak warga di kawasan Borobudur.
Agus berkisah, pada zaman dulu, banyak warga di sekitar tempat tinggalnya di Dusun Sendaren 1, Desa Karangrejo, Kecamatan Borobudur, yang rutin membuat gula jawa. Dia menyebut, sebelum tahun 2010, ada sekitar 40 orang penderes kelapa yang bersama keluarganya memproduksi gula jawa di dusun itu.
Namun, setelah terjadinya erupsi Gunung Merapi pada 2010, ada banyak pohon kelapa yang rusak dan ditebang karena tertimpa abu vulkanik. Akibatnya, banyak penderes kelapa yang beralih menjadi kuli bangunan, pedagang, dan petani. Saat itu, hanya ada sekitar delapan orang yang masih bertahan menderes kelapa dan membuat gula jawa.
Aktivitas membuat gula jawa itu menjadi salah satu daya tarik utama di Gubuk Kopi Borobudur.
Bertambah
Sesudah Gubuk Kopi Borobudur mengembangkan aktivitas pembuatan gula jawa untuk wisatawan, jumlah penderes kelapa kembali bertambah. Saat ini, ada 16 orang penderes kelapa yang hasil produksinya disetor ke Gubuk Kopi Borobudur untuk dijual ke wisatawan. Harga gula jawa pun mengalami kenaikan.
Sebelumnya, gula jawa hasil produksi masyarakat itu dijual dengan harga Rp 15.000 sampai Rp 17.500 per kilogram (kg) di pasar. Namun, saat ini, Gubuk Kopi Borobudur membeli gula jawa dari warga dengan harga minimal Rp 20.000 per kg. Dalam sehari, jumlah gula jawa yang dibeli Gubuk Kopi Borobudur mencapai 32 kg.
Sri Windarti (50), salah seorang pembuat gula jawa di Dusun Sendaren 1, mengaku senang dengan aktivitas pengenalan pembuatan gula jawa di Gubuk Kopi Borobudur. Sebab, aktivitas itu turut membantu penjualan gula jawa yang diproduksi masyarakat.
“Saya dan suami sudah bikin gula jawa sejak 30 tahun lalu,” katanya.
Suami Windarti, Sarlan (56), berperan menderes nira dari pohon kelapa. Sementara itu, Windarti yang bertugas untuk mengolah nira menjadi gula jawa.
“Suami saya biasanya menderes 9-10 pohon per hari. Tapi, saat musim hujan, dia tidak bisa menderes karena licin kalau harus panjat pohon,” tutur Windarti.
Jika pasokan nira lancar, Windarti bisa membuat 1,5 kg hingga 2 kg gula jawa. Dari pembuatan gula jawa itu, mereka bisa menghidupi dan menyekolahkan lima anaknya. “Ada dua anak yang lulusan SD dan kini sudah berumah tangga. Satu anak lulusan SMP dan dua anak lulusan SMK,” tutur Windarti.
Pembuat gula jawa lainnya, Endang Wihalimah (32), mengaku bisa memproduksi 2 kg gula jawa per hari dari hasil menderes nira oleh sang suami. Suami Endang, Muhammad Tauhid (36), bisa menderes lima pohon kelapa dalam sehari. Dari lima pohon itu, dua di antaranya adalah milik Tauhid dan tiga lainnya milik tetangga.
Dari hasil menderes nira oleh sang suami, Endang bisa menghasilkan 2 kg gula jawa per hari. Sebagian gula jawa yang diproduksi itu akan diserahkan ke tetangga pemilik pohon. Artinya, jika Endang bisa memproduksi 60 kg gula kelapa sebulan, sebanyak 30 kg di antaranya merupakan hak tetangga pemilik pohon.
“Anak kami ada tiga, masih kecil-kecil. Dari kelapa dan gula jawa inilah kami memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ujar Endang.
Staf Pemanfaatan Balai Konservasi Borobudur, Mura Aristina, menuturkan, pohon kelapa dan gula jawa memang lekat dengan kehidupan masyarakat di kawasan Borobudur pada zaman dulu. Salah satu indikatornya, gambar pohon kelapa dan pembuatan gula jawa ternyata ditemukan di dalam relief Candi Borobudur.
Mura memaparkan, relief pembuatan gula jawa ditemukan di pagar langkan lorong satu sisi barat Candi Borobudur. “Di dalam relief itu, ada benda seperti kendi atau kuali besar untuk membuat gula jawa dari nira kelapa, lalu ada sendok besar yang gagangnya terbuat dari bambu, serta tempurung kelapa yang dipakai untuk mengaduk,” tutur dia.