Semarak Malam yang Mengungkit Perekonomian Borobudur
Setahun terakhir, malam-malam di kawasan Borobudur menjadi lebih semarak seiring banyaknya orang yang nongkrong dan jalan-jalan. Keramaian itu diharap ikut mengungkit perekonomian dan memperpanjang masa tinggal turis.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI, FERGANATA INDRA RIATMOKO
·5 menit baca
Rintik gerimis masih turun tipis-tipis di kawasan Borobudur, Senin (10/10/2022) malam. Hawa dingin begitu terasa karena sebelumnya turun hujan seharian. Namun, gerimis dan dingin itu tak menyurutkan niat orang-orang untuk menikmati suasana malam di kawasan Borobudur.
Di Jalan Medang Kamulan, tak jauh dari Candi Borobudur, belasan orang duduk berdekatan di atas tikar-tikar yang dipasang dekat gerobak angkringan. Sambil bercengkerama dengan teman atau keluarga, mereka meneguk minuman hangat dan menyantap camilan.
”Lagi gerimis dan dingin begini, inginnya makan sate usus sama minum jahe hangat. Makanya, kami ke sini,” kata Tika (34), warga Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang.
Malam itu, Tika datang bersama suami dan anaknya. Mereka menempuh perjalanan sekitar 36 menit dari rumah menggunakan mobil. Kawasan Borobudur menjadi tempat yang belakangan kerap dipilih keluarga Tika untuk menghabiskan malam karena suasananya yang semarak.
Sekitar pukul 20.00, germis mulai berhenti. Lalu-lalang orang dan kendaraan menjadi semakin ramai. Pembeli angkringan yang tadinya hanya belasan bertambah menjadi puluhan orang sehingga tikar-tikar pun penuh.
Suasana semarak di kawasan Borobudur saat malam itu sangat berbeda dengan kondisi beberapa tahun lalu. Pada Oktober 2019, misalnya, Kompas pernah mengunjungi kawasan Borobudur saat malam hari. Waktu itu, suasana kawasan tersebut sangat sepi. Hampir tidak ada warung makan yang buka di atas pukul 20.00 karena memang jarang ada aktivitas warga di luar rumah saat malam hari.
Helmi (23), warga Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, yang kerap berkunjung ke kawasan Borobudur, juga mengakui adanya perubahan itu. Pada beberapa kunjungan sebelumnya, Helmi merasa kawasan Borobudur saat malam tidak seramai sekarang.
”Dulu, kalau malam, sepi. Saya dan teman-teman kalau mau kumpul-kumpul sambil makan dan minum paling di angkringan, itu saja tempatnya sering tidak cukup. Kalau sekarang sudah jauh lebih enak, sudah ramai, banyak kafe baru. Jadi, kumpul-kumpulnya lebih nyaman,” tutur Helmi yang beberapa kali berkunjung ke Borobudur bersama komunitas motor trail.
Kecipratan untung
Perubahan yang terjadi di kawasan Borobudur itu disyukuri masyarakat setempat, termasuk pelaku usaha kecil, seperti Mimin (52). Warga Desa Borobudur yang juga pemilik usaha angkringan itu turut kecipratan untung dari keramaian malam hari di kawasan Borobudur.
Suatu malam pada Oktober lalu, puluhan tusuk sate usus, kerang, dan telur puyuh di angkringan milik Mimin nyaris tandas. Dua cerek ukuran sedang berisi wedang jahe juga telah menipis. Dengan tergesa-gesa, Mimin mengabari putra sulungnya bahwa angkringan mereka butuh suplai wedang jahe tambahan.
”Sudah sejak setahun terakhir selalu ramai begini kalau malam hari, ujar Mimin yang baru satu setengah tahun terakhir membuka usaha angkringan.
Setiap hari, angkringan milik Mimin beroperasi mulai pukul 17.00-04.00. Pada hari-hari biasa, ia mendapatkan keuntungan sekitar Rp 100.000 per malam. Pada akhir pekan, keuntungannya mencapai Rp 500.000 per malam.
Aldi (24), pelaku usaha penyewaan sepeda listrik dan sekuter listrik, juga merasa diuntungkan oleh ramainya kawasan Borobudur saat malam. Dalam sehari, dia bisa mengantongi Rp 1 juta-Rp 1,5 juta dari penyewaan sekuter dan sepeda listrik.
Harga sewa sekuter dan sepeda listriknya sebesar Rp 60.000 per jam. ”Waktu awal buka usaha pada Agustus 2021, saya cuma punya lima sekuter dan lima sepeda listrik. Sekarang saya punya 15 sekuter dan 10 sepeda listrik,” ucap Aldi.
Seiring berjalannya waktu, jumlah usaha penyewaan sepeda dan sekuter listrik di kawasan Borobudur pun terus bertambah. Berdasarkan perhitungan Aldi, kini ada setidaknya 25 usaha penyewaan sekuter dan sepeda listrik di Borobudur.
Suasana semarak Borobudur malam hari juga memicu penambahan jumlah kafe di kawasan itu. Sepanjang pekan kedua Oktober, sedikitnya ada dua kafe baru yang buka di Jalan Balaputradewa dan Jalan Badrawati di kawasan Borobudur.
Manajer Uprus Cafe di Jalan Balaputradewa, Andri, mengatakan, kafe itu dibuka untuk menangkap peluang keramaian di kawasan Borobudur, terutama saat malam. ”Kami ingin memberi ruang bagi masyarakat Borobudur dan sekitarnya yang ingin nongkrong di malam hari. Sebelumnya, tidak banyak kafe yang buka sampai pukul 24.00, rata-rata pukul 20.00 sudah pada tutup,” ujarnya.
Kafe yang buka setiap hari mulai dari pukul 10.00 hingga pukul 24.00 itu lebih banyak didatangi pembeli pada malam hari atau di atas pukul 18.00. ”Perlahan, kultur nongkrong malam itu mulai terbangun di kawasan ini. Dalam sehari, minimal ada 40 orang yang berkunjung. Saat akhir pekan, jumlah pengunjungnya bisa sampai 60 orang,” kata Andri.
Keramaian malam ini merupakan salah satu strategi kami untuk menambah masa tinggal para wisatawan di Borobudur.
Masa tinggal
Keramaian malam di kawasan Borobudur tak hanya membawa dampak positif, tetapi juga menimbulkan dampak negatif, yakni kesemerawutan lalu lintas. Untuk mengatasi hal itu, Pemerintah Kecamatan Borobudur bersama warga sekitar menggagas program Borobudur Car Free Night atau Malam Bebas Kendaraan. Program yang dimulai Juli 2022 itu digelar setiap Sabtu pukul 17.00-23.00.
Pada Sabtu (15/10/2022) malam, Kompas sempat mengamati suasana Borobudur Car Free Night. Suasana malam itu sangat semarak. Deretan gerobak yang menjajakan aneka makanan tampak berjajar rapi di Jalan Pramudyawardhani, Kecamatan Borobudur. Sementara itu, orang-orang tampak lalu-lalang sambil membeli makanan dan minuman.
Melewati pukul 19.00, warga semakin banyak berdatangan. Selain berjalan kaki, ada sebagian warga yang menyewa sekuter listrik untuk berkeliling. Beberapa wisatawan asing ikut terlihat menikmati keramaian dengan berjalan-jalan.
”Keramaian malam ini merupakan salah satu strategi kami untuk menambah masa tinggal wisatawan di Borobudur. Semakin lama mereka tinggal, perputaran uang di wilayah ini bisa semakin banyak,” kata Camat Borobudur Subiyanto.
Subiyanto menyebut, Borobudur Car Free Night diapresiasi sejumlah pihak, termasuk masyarakat dari luar Kecamatan Borobudur. Tiap kali kegiatan itu digelar, para pengunjung dari luar Borobudur biasanya berdatangan secara rombongan naik odong-odong.
Apresiasi juga datang dari wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Tak jarang, mereka turut berbaur bersama warga sekitar dalam keramaian Borobudur Car Free Night.
Namun, Subiyanto menuturkan, meski sudah belasan kali digelar, Borobudur Car Free Night belum memiliki payung hukum yang jelas. Oleh karena itu, dia berharap Pemerintah Kabupaten Magelang bisa menerbitkan surat edaran terkait Borobudur Car Free Night supaya kegiatan itu bisa dijalankan dengan lebih leluasa.
Subiyanto juga berharap pelaku usaha yang berjualan di Borobudur Car Free Night bisa mendapat pelatihan untuk meningkatkan kualitas produk mereka. Selain itu, program tersebut diharapkan bisa terus berjalan sehingga bisa membawa manfaat besar bagi masyarakat Borobudur.