Menggali Potensi Ekonomi dan Budaya Kabupaten Asmat
Di tengah kekayaan bentang alamnya, Kabupaten Asmat masih menghadapi tantangan peningkatan kualitas penduduk baik dari aspek sosial, pendidikan, hingga ekonomi.
Wilayah Asmat di Papua memiliki bentangan alam, kekayaan hutan, dan kerajinan ukiran yang mendunia. Dengan tetap memperhatikan kelestarian hayati, potensi alam dan budaya Asmat tersebut dapat terus dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Merunut sejarahnya, nama Asmat sudah dikenal sejak lama. Pada 1770, penjelajah Inggris James Cook mendarat di sebuah teluk di daerah Asmat bersama rombongannya. Kedatangan mereka tidak disambut hangat oleh masyarakat Asmat. Akibatnya, terjadi pertumpahan darah yang berakibat tewasnya beberapa anak buah James Cook.
Kejadian serupa hampir berulang kembali pada 1904. Kedatangan warga asing kerap menimbulkan salah paham akibat perbedaan bahasa dan budaya. Namun, dengan menggunakan bahasa isyarat, komunikasi antara penduduk Asmat dan pendatang dapat berlangsung dengan baik.
Terjadi barter antara masyarakat dengan pendatang. Sejak saat itulah, mulai banyak orang yang berdatangan ke Asmat, termasuk ekspedisi yang dilakukan oleh HA Lorentz pada 1907 dan AFR Wollaston pada 1912.
Kabupaten Asmat merupakan daerah pemerkaran baru. Sebelumnya wilayah Asmat merupakan bagian dari Kabupaten Merauke. Namun, sejak 2002 Kabupaten Asmat berdiri sebagai wilayah administrasi yang terpisah dari Merauke berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002.
Saat ini, Kabupaten Asmat memiliki 23 distrik dengan luasan wilayah 31.983,69 kilometer persegi. Populasi penduduknya yang didominasi suku Asmat mencapai 97.490 jiwa pada 2019. Asmat, dikenal sebagai salah satu suku asli dan terbesar di Tanah Papua bagian Selatan.
Layaknya suku pedalaman lainnya, ketergantungan masyarakat Asmat pada hutan dan alam pun sangat kuat. Hal tersebut terlihat dari kesehariannya yang menggunakan bahan-bahan dari hutan untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan mereka.
Berbeda dengan penduduk pedalaman lain di Papua yang makanan utamanya umbi-umbian, makanan pokok orang Asmat adalah sagu. Bahkan, Asmat menjadi salah satu produsen sagu terbesar di Papua, setelah Kabupaten Mimika dan Kabupaten Jayapura. Merujuk data Dinas Pertanian dan Pangan Provinsi Papua, area tanam sagu di Kabupaten Asmat seluas 4.134 hektar (Ha) dengan produksi sebanyak 5.304 ton pada 2019.
Struktur ekonomi
Bentangan alam yang luas itupun tak hanya digunakan untuk mencukupi kebutuhan primer, namun juga menjadi sumber penghasilan untuk mereka. Hingga saat ini, pertanian masih menjadi lapangan pekerjaan yang paling dominan di Kabupaten Asmat, yakni mencapai 83,91 persen pada 2019. Tanaman yang mendominasi hasil pertanian masyarakat Asmat adalah sayur-sayuran. Namun demikian, produksi sayuran mulai menurun lantaran berkurangnya lahan dan pasokan air yang terganggu.
Sementara, jenis tanaman pangan justru mengalami peningkatan, baik dari sisi luas panen maupun produksinya. Sejumlah peningkatan tersebut terjadi pada komoditas padi, jagung, keladi, ubi kayu, dan ubi jalar. Peningkatan terbesar salah satunya terjadi pada jagung. Pada 2018, lahan panen jagung hanya seluas 7,20 Ha dengan produksi sebanyak 15,50 ton. Namun, tahun berikutnya bertambah menjadi lebih dari dua kali lipat menjadi 15,50 Ha dengan 108,50 ton hasil produksi.
Tanaman umbi-umbian menjadi salah satu yang dominan di Kabupaten Asmat. Pada 2019, tanah seluas 72,50 Ha ditanami ubi kayu dengan hasil produksi sebanyak 931,25 ton. Berikutnya disusul oleh ubi jalar sebanyak 300 ton dari lahan seluas 37,50 hektar.
Perbaikan tersebut diprediksi terjadi lantaran mulai meningkatnya minat masyarakat dalam menanam tanaman pangan sebagai bahan baku konsumsi utama. Faktor lain adalah infrastruktur transportasi yang mulai memadai membuat distribusi tanaman pangan semakin mudah didapatkan masyarakat pedalaman.
Pemerintah, melalui Kementerian PUPR, telah membuat program Pembangunan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW). Wujud dari program tersebut adalah pembangunan jalan dan tambatan perahu guna mempermudah petani maupun nelayan mendistribusikan hasil pertanian atau tangkapan mereka.
Papua menjadi salah satu lokasi tujuan program tersebut dan pengerjaan proyek di Agats, distrik terbesar di Kabupaten Asmat telah selesai.Hadirnya fasilitas tersebut menjadi sangat penting untuk membantu keseharian masyarakat guna memenuhi kebutuhan harian mereka.
Potensi budaya
Tak hanya untuk pertanian, anugerah kekayaan alam yang dimiliki masyarakat Asmat pun dapat menjadi sumber penghidupan dari pengelolaan wisata. Taman Nasional (TN) Lorentz yang berlokasi di Distrik Sawa Erma, misalnya, menjadi salah satu kekuatan terbesar bagi Kabupaten Asmat untuk mengembangkan potensi wisata alam.
Cikal bakal penamaan taman yang memiliki luas kawasan lebih dari 2,5 juta Ha itu bermula saat Dr. H.A Lorentz memimpin ekspedisi pada 1907-1909. Satu dekade berikutnya, ditetapkan sebagai Monumen Alam Lorentz pada masa pemerintahan Belanda dan resmi tercatat dalam sejarah TN Lorentz.
Baca juga: Yang Hilang dan Abadi di Asmat
Pemerintah Indonesia kemudian menetapkan TN Lorentz sebagai cagar alam pada 1978. Hingga akhirnya, TN Lorentz diakui sebagai Situs Warisan Dunia pada 12 Desember 1999 dengan luas 2,35 juta Ha. Selain TN Lorentz, Kabupaten Asmat juga memiliki Pantai Bokap, Pantai Pek, Rawa Baki, dan sejumlah wisata alam lainnya yang tersebar di beberapa distrik.
Tak hanya alam, Kabupaten Asmat juga memiliki ikon lain yang juga mendunia, yakni karya ukiran. Turun temurun dari para leluhur, aktivitas mengukir masih dijalankan oleh masyarakat Asmat hingga saat ini. Hasil ukiran dan patung tersebut menyumbang 75,3 persen dari total lapangan usaha industri pengolahan di Kabupaten Asmat. Kekayaan itu juga menjadi salah satu ikon wisata terkenal yang dimiliki Asmat.
Hampir setiap tahun diadakan festival budaya yang menyuguhkan eksotisme budaya dan ukiran buah karya masyarakat Asmat. Pagelaran itu biasanya mendatangkan banyak wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.
Kegiatan tahunan yang digelar selama satu bulan itu pun tak jarang membuat wisatawan tinggal lebih lama demi menikmati serangkaian acara yang disuguhkan. Alhasil, kebutuhan akan akomodasi dan penyediaan makan minum tak terelakkan. Hingga 2019, terdapat delapan hotel atau penginapan yang tersebar di Kabupaten Asmat yang terdiri 126 kamar dan 252 tempat tidur.
Sejumlah potensi tersebut, baik alam maupun budaya, harus dipandang sebagai kekuatan lantaran tidak semua daerah memilikinya. Apalagi, kini Kabupaten Kabupaten Asmat dilalui oleh Trans-Papua yang membuat wilayah tersebut semakin terjangkau oleh para pendatang dan mempermudah distribusi hasil pertanian.
Semua itu menjadi sangat diperlukan guna menjaga keberlangsungan hidup dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Asmat. Pasalnya, keberadaannya masih cukup tertinggal jika dibandingkan dengan wilayah lainnya di Papua bagian selatan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), misalnya. IPM di Asmat masih sebesar 50,37, bahkan di bawah rata-rata Papua sebesar 60,4.
Begitu pula dengan angka harapan hidup Kabupaten Asmat yang juga masih rendah, yakni 57,53 tahun. Sementara, wilayah lainnya mampu menembus angka 65 tahun. Kemampuan ekonomi mereka pun masih kalah bersaing dengan wilayah sekitar lainnya. Merujuk Statistik Daerah Kabupaten Asmat, rata-rata pengeluaran riil masyarakat Asmat sebesar Rp 6,06 juta per tahun. Di saat yang sama pengeluaran penduduk di wilayah lainnya mampu mencapai Rp 8-10 juta per tahun.
Baca juga: Romanus Meak Penyulap Rawa Asmat Menjadi Ladang Pangan
Kondisi ini menggambarkan masih adanya tantangan peningkatan kualitas penduduk baik dari aspek sosial, pendidikan, hingga ekonomi masyarakat Kabupaten Asmat. Dengan dukungan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan seluruh lapisan masyarakat, harapan perbaikan itu dapat diwujudkan melalui peningkatan pengelolaan kekayaan alam dengan tetap memperhatikan kelestarian ekosistem.
Modal lainnya adalah daya tahan perekonomian Asmat di saat krisis. Di tengah pandemi Covid-19, laju pertumbuhan Kabupaten Asmat masih mencapai 1,14 persen sementara wilayah lainnya mengalami kontraksi akibat dampak wabah korona. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Pertama Kali, Asmat Kini Dilayani Pesawat Jenis ATR