Gaung Sumbang dari Paris
Pekan Mode Paris atau Paris Fashion Week untuk koleksi busana perempuan siap pakai musim gugur/dingin 2022/2023 baru saja usai, Selasa (8/3/2022). Acara tahunan industri mode itu kali ini bergaung lebih dari biasa.
Pekan Mode Paris atau Paris Fashion Week (PFW) untuk koleksi busana perempuan siap pakai musim gugur/dingin 2022/2023 baru saja usai, Selasa (8/3/2022). Acara tahunan industri mode tersebut kali ini bergaung lebih dari biasanya di Indonesia.
Publik tak kunjung usai memperbincangkan soal pergelaran mode yang mengusung nama Indonesia saat PFW berlangsung. Benarkah acara itu bagian dari perhelatan PFW yang dikenal prestisius?
PFW yang berlangsung sejak 28 Februari 2022 di Paris, Perancis, merupakan salah satu dari empat pekan mode terbesar di dunia. Selain Paris, tiga kota mode besar di dunia lainnya adalah New York (Amerika Serikat), London (Inggris), dan Milan (Italia), yang tiap tahun juga menggelar acara pekan mode yang sama secara berurutan waktunya dan berakhir di Paris. Selama pandemi, acara lebih banyak digelar secara daring, walau kini juga digelar secara luring.
Hiruk-pikuk di Indonesia mengenai PFW mulai terasa sejak bulan Februari ketika Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pada Jumat (18/2/2022) merilis siaran pers berjudul ”Kemenparekraf Dukung 10 Brand Indonesia Tampil di Paris Fashion Week 2022”.
Dalam siaran pers itu, pihak Kemenparekraf mendukung sebuah perhelatan bertajuk ”Gekrafs Paris Fashion Show at Paris Fashion Week 2022”. Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (Gekrafs) adalah lembaga nonpemerintah, dengan ketua dewan pembina Sandiaga Uno, seperti tercantum dalam situs resmi gekrafs.com. Gekrafs bukanlah pengganti lembaga pemerintah nonkementerian Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Bekraf), seperti yang kerap disangka sebagian publik.
Baca juga: Cuan Manis dari Paris
Dalam perhelatan acara di Paris itu disebutkan dalam siaran pers Kemenparekraf, Gekrafs menjadi inisiator bagi 10 jenama Indonesia untuk tampil di acara tersebut. Siaran pers itu juga sempat terpasang di laman situs kemenparekraf.go.id. Namun, sejak Kamis (10/3/2022) pagi, laman itu hilang. Menyusul pula pada hari yang sama, akun Instagram Kemenparekraf menghilang, yang kemudian menurut mereka dalam siaran persnya akun tersebut diretas, tetapi kini telah pulih.
Ambigu
Gembar-gembor acara tersebut digaungkan pula oleh berbagai pihak yang terlibat, termasuk Gekrafs dan pengelola acara (event organizer) Fashion Division (FD) di akun media sosial (Instagram) masing-masing. Aneka poster virtual yang diunggah mencantumkan judul ”Paris Fashion Week” secara nyata.
Penyebutan soal ”Paris Fashion Week” inilah yang kemudian diperbincangkan validitasnya di kalangan pelaku industri mode Indonesia yang lama bergelut di dalamnya. Sebab, menembus PFW sama sekali bukan perkara mudah, sekalipun bagi desainer Indonesia yang telah berpuluh tahun menggeluti mode.
Desainer senior Didi Budihardjo menjelaskan, memang biasanya banyak digelar berbagai acara mode lain (satellite events) selama berlangsungnya PFW yang bernaung di bawah federasi bernama Federation de la Haute Couture et de la Mode. Akan tetapi, tak ada dari acara semacam itu yang mengklaim merupakan bagian dari PFW, sekalipun diembel-embeli dengan istilah off schedule PFW. Berbagai pihak menilai klaim tersebut ambigu sehingga menyesatkan pemahaman publik. Warganet pun banyak yang merasa terkecoh.
”Berbagai event itu berjalan sendiri, sekadar memanfaatkan momentum, tapi tidak lantas berhak menyebut bagian dari Paris Fashion Week yang resmi dikelola oleh pihak federasi di Perancis,” ujar Didi.
Hal senada juga ditegaskan oleh Syahmedi Dean, redaktur mode senior yang selama 20 tahunan terakhir kerap menghadiri berbagai perhelatan pekan mode dunia. ”Sepanjang pengalaman saya, acara-acara satelit tak pernah mengklaim begitu. Tidak pernah dengar istilah off schedule PFW disebut-sebut oleh penyelenggara acara mode di luar PFW,” ujar Dean, yang pernah menggawangi rubrik mode di berbagai media gaya hidup ternama di Indonesia.
Saat dihubungi melalui pesan teks terkait dengan acara itu, Menparekraf Sandiaga Uno meminta Kompas untuk menghubungi Kawendra Lukistian, Ketua Umum Gekrafs. Acara di Paris itu sendiri dipimpin oleh Temi Sumarlin selaku ketua komite ”Gekrafs Paris Fashion Show”.
Berdasarkan dokumen proposal yang beredar di berbagai jenama lokal dan diperoleh Kompas, secara jelas tertulis judul ”Paris Fashion Week 2022: Mengoptimalkan Industri Kreatif Indonesia Go Internasional”. Pada sampul muka itu pula terpasang logo Kemenparekraf, Gekrafs, Indonesia5 Communications, dan Fashion Division.
Temi Sumarlin ketika dihubungi mengakui keberadaan proposal yang menurut dia memang diberikan kepada berbagai jenama yang disasar. Dia mengatakan, pemilihan jenama diutamakan para desainer muda. ”Proposal itu dibuat oleh pihak Indonesia5, kami hanya menambahkan beberapa, seperti temporary store (toko sementara) dan elemen lain,” kata Temi, Kamis (10/3/2022).
Temi dalam Instagram Live melalui akun Gekrafs sempat menjelaskan soal penyebutan Paris Fashion Week. ”Yang tidak diperbolehkan itu sebenarnya menggunakan logo agensinya Paris Fashion Week. Kalau kata-kata Paris Fashion Week boleh semua orang pakai karena itu nama umum. Lagi fashion week, kok, pekan fashion namanya juga,” ujarnya.
Sementara pada proposal tersebut dalam satu halaman penuh terpasang pula logo resmi PFW dengan keterangan ”Copyright Paris Fashion Week 2022”. Alamat e-mail dan nomor ponsel Temi juga tercantum di halaman terakhir sebagai narahubung.
Pihak terkait lainnya sebagai pengelola acara, Fashion Division, melalui pendirinya, Wulan S Haryono, mengatakan, FD tidak bisa membawa para desainer ke dalam acara di kalender resmi PFW karena pihaknya berperan sebagai fashion show production untuk acara yang digelar pada tanggal 5 dan 6 Maret di The Westin Paris.
Poster promosi
Akun Instagram Fashion Division Asia Europe pada 14 Februari juga mengunggah poster promosi yang bertajuk ”Paris Fashion Week” dengan deretan nama-nama desainer atau jenama Indonesia yang terlibat. Misalnya, Harry Halim, Purana, Yanti Adeni, Danjyo Hiyoji, IKYK, Greenlight, hingga Dekranasda Banjarbaru (Kalimantan Selatan).
Menurut Wulan, untuk acara itu, FD mengelola 23 slot show dari 29 klien jenama lokal (termasuk sekolah mode) dalam acara tersebut yang sebagian berasal dari Gekrafs, seperti Yanti Adeni yang berkolaborasi dengan Ayam Geprek Bensu. Menurut dia, ada desainer yang keluar uang sendiri, ada juga yang dimodali sponsor. ”Biaya untuk tahun ini start 15.000 euro (sekitar Rp 240 juta) untuk satu produksi show,” tambah Wulan.
Salah seorang desainer mengaku pernah dua kali ditawari FD untuk show di Paris, termasuk untuk acara yang baru saja berlangsung selama PFW tahun ini. Ia bahkan pertama kali ditawari sejak 2017. Kemudian pada sekitar pertengahan tahun 2021, pihak FD kembali menawarinya untuk ikut acara di Paris yang kini menjadi gempar.
”Saya enggak berminat sejak awal karena dari proposal yang ditawarkan, mereka terkesan tidak profesional. Indikasi tidak kredibel salah satunya adalah mereka tidak punya daftar buyer yang akan didatangkan dalam paket acara yang ditawarkan. Saya cukup tahu cara kerja fashion di Paris yang benar karena sudah beberapa kali ikut showroom di Paris,” ujar desainer tersebut.
Minta maaf
Di tengah kegaduhan isu PFW tersebut, beberapa pihak akhirnya memutuskan meminta maaf. Hal itu dimulai dari jenama parfum HMNS di akun media sosial mereka karena merasa telah mengomunikasikan acara mereka secara salah sehingga membuat publik di Indonesia mengira jenama mereka turut serta dalam PFW.
Langkah HMNS itu kemudian juga diikuti oleh Gekrafs dan FD di akun media sosial di Instagram. Gekrafs menyebutkan, pihaknya meminta maaf atas keriuhan yang terjadi.
Syaiful Huda, Ketua Komisi X DPR yang membawahkan bidang pendidikan, riset, olahraga, dan kepariwisataan, juga mempertanyakan acara yang digelar Gekrafs yang didukung pihak Kemenparekraf tersebut.
”Apakah mobilisasi semacam itu akan membikin jenama lokal tumbuh dengan baik? Menurut saya, yang dilakukan Kemenparekraf seharusnya adalah menguatkan ekosistem mode atau industri kreatif agar bisa bertumbuh kembang secara berkelanjutan,” kata Syaiful.
Terjadinya kegaduhan soal PFW ini, menurut Syaiful, berpotensi mencederai reputasi jenama lokal Indonesia di dalam negeri sendiri, juga di mata dunia. ”Pakailah cara-cara yang produktif, etis, jujur,” katanya.
Perbaiki kurasi
Syaiful juga mengimbau publik untuk tidak merisak dan menghakimi para jenama lokal Indonesia yang turut serta dalam acara tersebut. ”Kesalahan tidak berada di level mereka. Saya kritik keras pada pihak Gekrafs-nya. Kemenparekraf juga ke depan harus punya cara kurasi yang lebih baik kalau ada acara-acara apa pun,” ujar Syaiful.
Samudra Hartanto, seorang desainer asal Indonesia yang puluhan tahun berkarier dan bermukim di Paris, juga menekankan, ajang Pekan Mode Paris sejatinya adalah acara bisnis, bukan perayaan hiburan. ”Jadi, fashion week itu sebenarnya trade show, hanya untuk pers dan buyer (pembeli profesional) untuk mengenalkan koleksi baru dari berbagai brand,” kata Samudra yang sempat lama menjadi tangan kanan desainer ternama dunia, Jean Paul Gaultier.
Baca juga: Gempar Kepak Sayap Mancanegara
Menurut situs resmi federasi, yakni parisfashionweek.fhcm.paris, Pekan Mode Paris secara resmi pada awalnya digelar sebagai acara penggalangan dana untuk renovasi Istana Versailles pada tahun 1973. Sejak dihelat 1973, Pekan Mode Paris yang mulanya bernama Semaine des Créateurs de Mode ini menyedot perhatian pencinta mode di seluruh dunia.
Meski secara resmi PFW dimulai sejak 1973, sebenarnya sejarah rekam jejak model acara demikian sudah lebih lama terajut dalam skala lebih kecil ketika berbagai rumah mode di masa lalu menggelar secara privat koleksi busana yang akan diluncurkan kepada pers dan klien. ”Dulu tahun 1940-an misalnya, Mr Dior (Christian Dior) menggelar koleksi barunya di headquarter-nya secara privat. Hanya untuk pers dan buyer. Bahkan, ketika itu tidak boleh ambil foto atau bikin sketsa,” kata Samudra ketika dihubungi di Paris, Jumat (11/3/2022).
Samudra menambahkan, meski belum datang musimnya, perhelatan pekan mode di berbagai negara digelar lebih awal sekian bulan bukan tanpa maksud. ”Butuh waktu bagi rumah-rumah mode atau brand untuk produksi, buyer mengurus pemesanan, membuat rencana bisnis, mengatur delivery, dan sebagainya, sejak sebelum musimnya tiba,” kata Samudra, yang juga pernah mendampingi Jean Paul Gaultier, yang pernah menjadi direktur artistik untuk rumah mode ternama Hermes.
Oleh karena itu pula, tambah Samudra, pekan mode seperti di Paris dikelola oleh sebuah federasi yang salah satu tugas utamanya adalah mengatur jadwal berbagai acara seperti peragaan busana (fashion show) dari begitu banyak jenama. Pengaturan jadwal itu sangat krusial karena harus bisa memberi ruang waktu yang cukup bagi pers dan buyer agar bisa hadir di semua acara selama pekan mode berlangsung.
”Jurnalis dan buyer akan sangat sibuk dan banyak appointment selama pekan mode. Jadi, acara atau show harus singkat, cepat, efisien. Kalau terlalu lama, jurnalis kehilangan waktu untuk ke show berikutnya,” tambah Samudra.
(ELSA EMIRIA LEBA)