RWMF 2025 Berakhir Sukses dengan Pesan Persatuan dan Aksi Lingkungan
Rainforest World Music Festival (RWMF) 2025 resmi ditutup pada Minggu (22/6/2025), setelah berlangsung selama tiga hari sejak Jumat (20/6/2025) di Sarawak Cultural Village, Malaysia.


Panggung utama RWMF 2025 langsung semarak di malam pertama. Alunan musik dari berbagai belahan dunia mengisi udara, sementara para pengunjung dari berbagai negara berkumpul merayakan meriahnya pembukaan festival.
Rainforest World Music Festival (RWMF) 2025 resmi ditutup pada Minggu (22/6/2025), setelah berlangsung selama tiga hari sejak Jumat (20/6/2025) di Sarawak Cultural Village, Malaysia.
Mengusung perpaduan musik dunia dan budaya lokal, festival edisi ke-28 itu mencatat peningkatan kunjungan keluarga dan wisatawan mancanegara. Hal ini menegaskan posisinya sebagai festival ramah keluarga dan sekaligus destinasi musik global yang semakin diakui.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, RWMF 2025 mengusung tema "Connections: One Earth, One Love". Festival ini diawali dengan Rainforest Youth Summit (RAYS) 2025 yang menghadirkan 700 delegasi dari negara-negara Asia Tenggara.
Menteri Pariwisata, Industri Kreatif, dan Seni Pertunjukan Sarawak Yang Berhormat Dato Sri Abdul Karim Rahman Hamzah menjelaskan, RWMF adalah perayaan koneksi antara manusia, planet, dan tujuan.
“Ketika kami memulai dengan RAYS dan diakhiri dengan musik global serta At Adau dari Sarawak, kami membuktikan bahwa pariwisata bisa menjadi kekuatan untuk membangun dunia yang lebih baik,” sambungnya seperti dikutip Kompas.com dari keterangan resmi.

Otyken dari Siberia tampil memukau di hari pertama Rainforest World Music Festival 2025. Mereka memadukan nyanyian tenggorokan khas suku, alat musik tradisional, dan unsur elektronik modern menjadi pertunjukan yang benar-benar memikat.
Delegasi muda ASEAN jadi pembuka
Keunikan RWMF 2025 terletak pada konsep acara yang menggabungkan aksi lingkungan dan festival musik.
Selama tiga hari sebelum festival, para delegasi muda dari seluruh Asia Tenggara berkumpul di RAYS 2025 dengan tema “Living Landscapes: Charting a Sustainable Future”.
Para peserta yang terdiri dari pemuda pribumi, aktivis mahasiswa, pengusaha iklim, dan storyteller muda mengikuti berbagai workshop dan dialog.
Begitu sesi tersebut berakhir, para peserta RAYS langsung melebur ke dalam euforia hari pertama RWMF 2025. Aksi ini seolah mempertegas bahwa perayaan budaya bisa berjalan beriringan dengan aksi nyata menjaga Bumi.

Meruked menutup malam pembukaan RWMF 2025 dengan penampilan enerjik, mencerminkan semangat dan warna khas festival tersebut.
At Adau tutup festival dengan penampilan memukau
Puncak emosional RWMF 2025 terjadi pada malam terakhir ketika grup musik lokal At Adau tampil sebagai penutup. Mereka berbagi panggung dengan musisi internasional, seperti Earth, Wind & Fire Experience by Al McKay dan grup musik Indigenous Siberia Otyken.
At Adau yang berakar dari tradisi komunitas Orang Ulu, Bidayuh, dan Iban memadukan alat musik tradisional sape dengan instrumen kontemporer. Penampilan mereka berhasil membuat seluruh penonton berdiri dan bertepuk tangan.
"Melihat At Adau menutup festival di tanah sendiri dengan resonansi global adalah momen kebanggaan tidak hanya untuk Sarawak, tetapi juga seluruh region," kata Chief Executive Officer (CEO) Sarawak Tourism Board Puan Sharzede Datu Haji Salleh Askor.

Naungan dari Semenanjung Malaysia tampil di malam pertama RWMF, membawakan perpaduan unik berbagai alat musik tradisional dari beragam budaya.
Komitmen nyata pada wisata berkelanjutan
Sepanjang tiga hari festival, komitmen RWMF terhadap pariwisata berkelanjutan terlihat jelas, mulai dari penggunaan sistem penerangan bertenaga surya, kehadiran stasiun isi ulang air minum Bring Your Own Bottle (BYOB), hingga sistem pengomposan limbah makanan.
Ada pula bilik pelacak jejak karbon yang diinisiasi oleh PATA dan Area Green Ruai festival yang berfungsi sebagai ruang kelas hidup untuk edukasi lingkungan.
Komitmen keberlanjutan juga tecermin dari inisiatif ekonomi sirkular dalam bentuk aksi daur ulang 1.300 gelang menjadi tali lanyard oleh para ibu tunggal setempat.
Pada hari kedua festival, Menteri Abdul Karim meresmikan Zona Alunan Tukang Artisan. Ia juga melakukan peletakan ecobrick pada patung yang dibangun secara gotong royong oleh komunitas setempat. Aksi ini menegaskan komitmen Sarawak untuk menciptakan pariwisata yang inklusif, kreatif, dan berkelanjutan.
RWMF 2025 telah membuktikan diri bukan sekadar festival hiburan. Acara ini juga berhasil mendidik dan menginspirasi. Lebih dari itu, RWMF 2025 menjadi panggung bagi pemenang Grammy ataupun suara-suara dari akar rumput untuk menyuarakan signifikansi keberlanjutan masa depan.
Dengan partisipasi negara yang semakin banyak, keterlibatan pemuda yang lebih luas, dan inisiatif nyata berorientasi dampak, RWMF 2025 menunjukkan wajah pariwisata berkelanjutan di abad ke-21.