Pemkot Surabaya Terapkan WFA ASN Berbasis Teknologi sejak Februari 2025
Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) resmi menerbitkan Peraturan Menteri PANRB Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan Pegawai ASN Secara Fleksibel pada Instansi Pemerintah.


ASN Surabaya menggunakan aplikasi Kantorku untuk mencatat kehadiran dan memantau kinerja harian sebagai bagian dari penerapan work from anywhere (WFA).
Regulasi tersebut menjadi landasan hukum penerapan pola kerja fleksibel atau flexible working arrangement (FWA) bagi aparatur sipil negara (ASN), termasuk opsi work from anywhere (WFA).
Kebijakan tersebut membuka ruang bagi ASN untuk melaksanakan tugas kedinasan di berbagai lokasi di luar kantor, seperti dari rumah atau tempat lain yang mendukung kinerja mereka.
Peraturan tersebut mengakomodasi kebutuhan instansi dalam menyesuaikan pola kerja ASN berdasarkan karakteristik, kebutuhan organisasi, serta ketersediaan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi.
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sendiri telah mengimplementasikan sistem kerja fleksibel berbasis teknologi sejak Februari 2025. ASN di lingkungan Pemkot Surabaya diperbolehkan bekerja di luar kantor dengan durasi minimal 7,5 jam per hari atau 37,5 jam per minggu.
Penerapan model kerja tersebut diatur secara resmi melalui Surat Edaran (SE) Sekretaris Daerah Kota Surabaya Nomor 000.8.3/3415/436.3.2/2025 tentang Implementasi Efisiensi Anggaran dalam Pelaksanaan Fleksibilitas Kerja, yang ditandatangani pada 17 Februari 2025.
Dalam kebijakan tersebut, ASN Pemkot Surabaya diwajibkan menjaga komunikasi intensif dengan atasan serta rekan kerja, serta responsif terhadap setiap bentuk komunikasi, baik pesan singkat maupun panggilan telepon, meskipun bekerja di luar kantor.
Setiap lurah, camat, dan kepala dinas diminta menyusun penugasan staf berdasarkan indikator kinerja masing-masing individu. Mereka juga harus menginventarisasi tugas yang memungkinkan untuk dikerjakan di luar kantor.
Meski fleksibel, pelaporan hasil kerja tetap menjadi keharusan. Seluruh ASN diinstruksikan mencatat kehadiran melalui aplikasi “Kantorku” setiap kali memulai dan mengakhiri jam kerja, sebagai bentuk pengawasan kinerja harian.
Wali Kota (Walkot) Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, jajaran perangkat daerah (PD) di lingkungan Pemkot dapat bekerja dari mana saja, asalkan tugas-tugas dapat diselesaikan tepat waktu. Pemanfaatan aplikasi digital menjadi sarana utama untuk memastikan pekerjaan berjalan efektif.
“Saya ingin kerja itu ada tolok ukurnya. Tidak harus di kantor, mau di mal, Jakarta, ataupun Bandung, tidak masalah. Yang penting pekerjaannya selesai,” kata Eri dalam rilis pers yang diterima tim penulis, Senin (22/6/2025).

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menjelaskan penerapan sistem kerja fleksibel ASN berbasis aplikasi digital yang memungkinkan pegawai bekerja dari mana saja.
Sebelum konsep WFA populer, Eri sudah menginstruksikan camat dan lurah untuk ngantor di Balai RW guna mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian, warga tak perlu lagi datang ke kantor kecamatan atau kelurahan.
“Kenapa saya minta ngantor di Balai RW? Supaya pejabat pemkot terbiasa terjun ke lapangan. Selain itu, hemat listrik, hemat air, dan aset pemerintah tidak terpakai sia-sia,” tegasnya.
Selain itu, pihaknya juga mendorong ASN untuk menggunakan perangkat pribadi, seperti smartphone atau tablet untuk menunjang kinerja.
Menurutnya, di era digital saat ini, tugas-tugas ASN seharusnya dapat diselesaikan tanpa tergantung pada fasilitas kantor.
“Kalau saya, cukup pakai handphone. Kepala dinas bisa pakai tablet karena mungkin tugasnya lebih banyak. Aplikasi pekerjaan sudah tersedia," tuturnya.
Eri berharap, budaya kerja ini menular hingga ke seluruh jajaran camat, lurah, kepala perangkat daerah (PD), dan Sekda.
ASN di Surabaya dituntut untuk terbiasa mengerjakan tugas melalui aplikasi mobile yang telah dilengkapi target kinerja harian.
“Ke depan, saya ingin semua pekerjaan bisa lewat aplikasi saja. Supaya hemat listrik, alat tulis kantor (ATK), dan biaya operasional lainnya,” tambahnya.

ASN Pemerintah Kota Surabaya mengikuti apel pagi. Pemkot Surabaya resmi menerapkan sistem kerja fleksibel berbasis teknologi sejak Februari 2025.
Aplikasi pemantau kinerja ASN
Implementasi WFA ini juga dibarengi dengan penggunaan aplikasi pemantau kinerja ASN.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Surabaya M Fikser menjelaskan, aplikasi tersebut sudah diujicobakan sejak 17 Februari 2025.
Aplikasi tersebut memungkinkan pemantauan kinerja dari kepala dinas, kepala bidang, hingga staf. Setiap individu harus mengisi tugas harian, output, dan outcome yang menjadi target masing-masing.
“Setiap hari harus ada laporan kerja yang tersusun rapi. Jadi semua terpantau, baik dari sisi output maupun outcome,” jelas Fikser.
Tak hanya Indeks Kinerja Organisasi (IKO), Pemkot Surabaya juga mulai menerapkan penilaian Indeks Kinerja Individu (IKI) melalui aplikasi ini. Capaian IKI dan IKO nantinya akan berdampak pada tambahan penghasilan pegawai (TPP) ASN.
Presensi menggunakan aplikasi Kantorku ini sebenarnya telah diterapkan Pemkot Surabaya setahun terakhir. Namun, aplikasi tersebut kini disempurnakan dengan pengukuran capaian kinerja individu dan organisasi secara menyeluruh.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik sekaligus Sosiolog dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Andri Arianto, menilai langkah Pemkot Surabaya selaras dengan perubahan global terkait pola kerja fleksibel pasca pandemi Covid-19.
“Pandemi telah mengubah cara pandang kita soal tempat kerja. WFA ini adalah pengembangan dari konsep WFH, di mana ASN bisa bekerja dari mana saja, tidak terpaku kantor,” jelas Andri.
Menurut Andri, konsep WFA sejalan dengan prinsip FWA dan remote working. Di sini sebagian pegawai bekerja di kantor, sebagian lainnya bisa bekerja di lokasi pilihan masing-masing.
Ia juga memandang kebijakan WFA Pemkot Surabaya mencerminkan kepemimpinan modern yang berbasis teknologi serta kepercayaan pada kemandirian ASN untuk mengelola tugasnya.
"Pemimpin masa depan adalah mereka yang memberi ruang fleksibilitas, bukan hanya soal tempat, tapi juga soal waktu dan hasil kerja,” imbuh Andri.
Lebih lanjut, Andri menilai WFA mampu mendorong efisiensi biaya operasional, peningkatan produktivitas, hingga pencapaian Sustainable Development Goals (SDG). Model ini juga dinilai mampu menciptakan Surabaya yang lebih inklusif, humanis, dan berkelanjutan.
“Kebijakan ini merupakan langkah penting menuju kota cerdas (smart city) berbasis teknologi dan sumber daya manusia yang adaptif,” kata Andri.