Hidrogen Hijau di Indonesia: Wujudkan Masa Depan Rendah Karbon
Indonesia berpeluang menjadi pemimpin ekonomi hijau global. Namun, berbagai tantangan harus diselesaikan untuk bisa mewujudkan hal tersebut.

Oleh: Julian Smith (Advisor PwC Indonesia) dan Blenda Wijoyo (Senior Manager PwC Energy Transition Team)
Indonesia berpotensi menjadi pemain utama dalam ekonomi hidrogen hijau global. Hal ini karena Indonesia memiliki kekayaan energi terbarukan dan lokasi geografis yang strategis. Hidrogen hijau merupakan hidrogen yang dihasilkan dengan menggunakan energi terbarukan.
Penggunaan hidrogen hijau sejalan dengan upaya Indonesia untuk mencapai target net zero emission (NZE) pada 2060. Sebab, hidrogen hijau dapat menjadi alternatif pendukung dekarbonisasi pada sektor industri tertentu yang masih kesulitan mengurangi emisi gas rumah kacanya. Selain itu, hidrogen hijau dapat mendorong pertumbuhan industri yang berkelanjutan.
Mengapa Indonesia harus mengembangkan hidrogen hijau?
Hingga hari ini, penggunaan hidrogen di Indonesia masih sangat bergantung pada hidrogen abu-abu, hidrogen yang berasal dari bahan bakar fosil. Industri pupuk, petrokimia, dan pengilangan minyak adalah industri yang membutuhkan hidrogen.
Dengan transisi ke hidrogen hijau, Indonesia bisa mendapatkan banyak keuntungan. Tidak hanya emisi gas rumah kaca yang dapat berkurang secara signifikan, Indonesia juga dapat memenuhi komitmen iklim globalnya.
Selain itu, dari sisi ekonomi, Indonesia juga bisa mendapatkan sisi positifnya. Konversi hidrogen hijau menjadi amonia hijau bisa mempermudah pengangkutan, sehingga memungkinkan untuk mengekspornya ke pasar internasional yang tentu saja menawarkan harga lebih tinggi.

Julian Smith (Advisor PwC Indonesia)
Peran pemerintah menjadi fondasi
Dalam membentuk ekosistem hidrogen hijau, peran pemerintah menjadi sangat sentral. Pemerintah harus menetapkan regulasi yang rinci dan selaras dengan standar internasional. Ini syarat yang wajib dipenuhi guna menarik investasi dan membangun kepercayaan pasar, baik global maupun domestik.
Untuk itu, pemerintah Indonesia sudah membuat peta jalan yang menargetkan kapasitas produksi hidrogen rendah karbon sebesar 734 megawatt pada sekitar awal 2030-an. Sebuah hal yang perlu diapresiasi.
Saat ini untuk mempercepat implementasinya, pemerintah Indonesia dapat mempertimbangkan pembangunan infrastruktur pendukung, seperti fasilitas pengolahan air dan transportasi hidrogen. Tentu saja, hal ini harus diawali dengan identifikasi lokasi proyek yang tepat agar optimal.
Baca juga: Pertama di Indonesia, PLN Produksi Hidrogen Hijau 100 Persen dari EBT Kapasitas 51 Ton per Tahun
Menangkap peluang investasi
Tak dapat dimungkiri, sumber daya energi terbarukan milik Indonesia menjadi daya tarik utama bagi investasi jangka panjang di sektor hidrogen hijau. Sebut saja tenaga surya, angin, dan air.
Sayangnya di sisi lain, biaya energi terbarukan di Indonesia ini masih sangat tinggi. Ini menjadi hambatan bagi investor yang ingin menjadikan harga hidrogen hijau lebih kompetitif di pasar global.
Oleh karena itu, para investor dan pengembang perlu berkolaborasi dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan pemerintah untuk membangun kerangka kerja yang layak secara komersial, yakni pengembangan energi terbarukan yang dapat terintegrasi dengan produksi hidrogen hijau.
Untuk meningkatkan daya saing harga hidrogen hijau, model blended finance dan mekanisme berbagi risiko dapat semakin mengurangi risiko investasi dan mendorong inovasi. Pemberian insentif yang tepat dan regulasi yang jelas diperkirakan akan dapat menarik arus modal yang signifikan ke sektor hidrogen hijau.

Blenda Wijoyo (Senior Manager PwC Energy Transition Team)
Mendorong permintaan hidrogen
Konsumen tenaga hidrogen, khususnya di industri pupuk, polimer, dan pengilangan, menghadapi tekanan semakin besar untuk melakukan dekarbonisasi. Komitmen terhadap perjanjian pembelian jangka panjang sangat penting untuk memastikan kelayakan pembiayaan (bankability) proyek-proyek hidrogen hijau.
Sementara itu, di luar sektor industri, hidrogen hijau berpotensi besar untuk diserap oleh sektor transportasi dan maritim. Untuk sektor transportasi, inisiatif pengembangan mobil dan kereta api tenaga hidrogen akan mendorong permintaan. Sementara itu pada sektor maritim, peluang pemanfaatan hidrogen pada kapal laut dan peralatan pelabuhan sangat terbuka.
Potensi besar yang dimiliki Indonesia bukan tanpa tantangan. Indonesia dalam perjalanan transisi energinya perlu untuk memanfaatkan potensi energi terbarukan yang dimilikinya. Namun, lebih jauh dari itu, Indonesia juga harus menerapkan kebijakan yang suportif.
Jika tantangan ini mampu diselesaikan, Indonesia bisa menjadi pusat global dalam produksi, konsumsi, dan ekspor hidrogen hijau. Pada akhirnya, peluang Indonesia semakin kuat untuk menjadi pemimpin dalam ekonomi hijau global.